Foto : Yohanes Richardo Nanga Wara, Ketua DPC GMNI Samarinda |
SAMARINDA KALTIM,
NEWSKRITIS.COM - Hari kelahiran
Pancasila seringkali dirayakan pada tanggal 1 Juni, tentu saja ini menjadi
peringatan penting sejarah perjalanan bangsa bahwa Pancasila yang digunakan
sebagai pedoman berkehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki cita-cita luhur
yang kemudian digali oleh Bung Karno sebagai arah bangsa melalui Trisakti
ajaran "founding father".
Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Samarinda, Yohanes Richardo Nanga Wara mengatakan
bahwa momentum untuk merefleksikan sejauh mana negara mengimplementasikan
nilai-nilai luhur Pancasila, ialah menuju tatanan masyarakat adil dan makmur
tanpa adanya ketimpangan, kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang terjadi
meskipun Kita menyadari butuh perjuangan serius.
"Sejatinya Pancasila jalan pembebasan rakyat dari
cengkraman sistem kekuasaan yang yang tamak, sebab esensi Pancasila bukanlah
kemiskinan, ketimpangan, kerusakan alam, kebodohan, peran negara tidak boleh
meninggalkan ruh Pancasila yang sebenarnya,"tegasnya.
Menurut Richardo, di Kaltim pembangunan masih hancur, masih
adanya kemiskinan yang meningkat, kerusakan lingkungan juga tengah berlangsung
bahwa sangat bertentangan dengan semangat butir-butir Pancasila salahsatunya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah
penduduk miskin di Kalimantan Timur pada September 2020 sebanyak 243,99 ribu
(6,64 persen). Pada Maret 2020 sebanyak 230,26 ribu (6,10 persen), berarti
jumlah penduduk miskin secara absolut bertambah 13,73 ribu orang yang secara
persentase naik 0,54 persen, sementara tingkat Garis Kemiskin pun naik menjadi
1,11 persen. Sementara banyak anggaran yang terbuang sia-sia karena pembangunan
Kaltim masih miris,"ungkapnya.
Sementara berdasarkan data, besarnya anggaran Provinsi Kaltim
mestinya dioptimalkan yang lebih maksimal, perlunya pengawasan oleh publik,
karena APBD Kaltim tahun 2021 sebesar Rp11,61 triliun, dengan rincian
pendapatan direncanakan sebesar Rp9,58 triliun yang terdiri dari pendapatan
asli daerah (PAD) sebesar Rp5,39 triliun, pendapatan transfer sebesar Rp4,18
triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp12,27 miliar
(sumber kaltimprov.go.id) sebab infrastruktur masih
hancur terkhusus daerah-daerah pelosok.
"Jangan sampai ada anggaran, tapi tidak ada pembangunan
infrastruktur, lalu dikemanakan anggaran tersebut diperuntukkan?," tanya
Richardo.
Selanjutnya, Richardo mengatakan berulangkali adanya pembiaran
masalah lingkungan, pemerintah tutup mata acuh melihat problematika karena
hancur dan pencemaran lingkungan punya kaitan erat dengan industri, sebab
Kaltim tengah berada dalam pusaran lingkar industrial ekstraktif baik
pertambangan batubara maupun perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan,
karena lemahnya pengawasan serta dari aparat penegakan hukum.
Ada sebanyak 1.735 Lubang Tambang di Kaltim yang dibiarkan
diberbagai daerah, belum lagi ada sebanyak 39 anak yang mati dilubang tambang
tambah lagi Kriminalisasi bagi gerakan rakyat sebagai contoh kasus terakhir
yang terjadi kriminalisasi masyarakat adat dayak long bentuq yang
mempertahankan tanahnya dan Camat Tenggarong yang menjadi sasaran empuk
kekerasan dan penganiayaan saat berhadapan dengan aktivitas pertambangan
batubara ditempatnya.
Maka, banyak sekali persoalan yang perlu menjadi substansi
penting agar Pancasila berjalan sesuai dengan koridornya, bahwasanya perjuangan
untuk pembebasan umat manusia tidak akan mungkin tergapai jika masih adanya
kemelaratan bagi rakyat, karena dalam Pancasila lah kita menemukan kemuktian
dan kemuliaan sumber arah bangsa yang adil makmur yang harus kita bumikan.
"Nilai Pancasila harus kita bumikan, karena disitulah kita
menemukan jati diri bangsa yang mengakomodir kekuatan rakyat, negara jangan
kemudian menjadikan Pancasila sebagai legitimasi kekuasaan menindas yang dalam
implementasinya ternyata bertolak belakang dengan substansi Pancasila, apalagi
hanya sekedar manipulasi rakyat dengan slogan-slogan pencitraan,"tegas
Richardo diakhir.***
Laporan : RNW.
Editor : Adhar.