Notification

×

Iklan

Iklan

Esensi Pancasila, GMNI Samarinda Nilai Tak boleh ada Kemiskinan, Ketimpangan dan Kerusakan Lingkungan

Tuesday 1 June 2021 | June 01, 2021 WIB Last Updated 2021-06-02T03:48:57Z
    Share
Foto : Yohanes Richardo Nanga Wara, Ketua DPC GMNI Samarinda


SAMARINDA KALTIM,
NEWSKRITIS.COM
- Hari kelahiran Pancasila seringkali dirayakan pada tanggal 1 Juni, tentu saja ini menjadi peringatan penting sejarah perjalanan bangsa bahwa Pancasila yang digunakan sebagai pedoman berkehidupan berbangsa dan bernegara yang memiliki cita-cita luhur yang kemudian digali oleh Bung Karno sebagai arah bangsa melalui Trisakti ajaran "founding father".

Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Samarinda, Yohanes Richardo Nanga Wara mengatakan bahwa momentum untuk merefleksikan sejauh mana negara mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila, ialah menuju tatanan masyarakat adil dan makmur tanpa adanya ketimpangan, kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang terjadi meskipun Kita menyadari butuh perjuangan serius.

"Sejatinya Pancasila jalan pembebasan rakyat dari cengkraman sistem kekuasaan yang yang tamak, sebab esensi Pancasila bukanlah kemiskinan, ketimpangan, kerusakan alam, kebodohan, peran negara tidak boleh meninggalkan ruh Pancasila yang sebenarnya,"tegasnya.

Menurut Richardo, di Kaltim pembangunan masih hancur, masih adanya kemiskinan yang meningkat, kerusakan lingkungan juga tengah berlangsung bahwa sangat bertentangan dengan semangat butir-butir Pancasila salahsatunya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah penduduk miskin di Kalimantan Timur pada September 2020 sebanyak 243,99 ribu (6,64 persen). Pada Maret 2020 sebanyak 230,26 ribu (6,10 persen), berarti jumlah penduduk miskin secara absolut bertambah 13,73 ribu orang yang secara persentase naik 0,54 persen, sementara tingkat Garis Kemiskin pun naik menjadi 1,11 persen. Sementara banyak anggaran yang terbuang sia-sia karena pembangunan Kaltim masih miris,"ungkapnya.

Sementara berdasarkan data, besarnya anggaran Provinsi Kaltim mestinya dioptimalkan yang lebih maksimal, perlunya pengawasan oleh publik, karena APBD Kaltim tahun 2021 sebesar  Rp11,61 triliun, dengan rincian pendapatan direncanakan sebesar Rp9,58 triliun yang terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp5,39 triliun, pendapatan transfer sebesar Rp4,18 triliun dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp12,27 miliar (sumber kaltimprov.go.id) sebab infrastruktur masih hancur terkhusus daerah-daerah pelosok.

"Jangan sampai ada anggaran, tapi tidak ada pembangunan infrastruktur, lalu dikemanakan anggaran tersebut diperuntukkan?," tanya Richardo.

Selanjutnya, Richardo mengatakan berulangkali adanya pembiaran masalah lingkungan, pemerintah tutup mata acuh melihat problematika karena hancur dan pencemaran lingkungan punya kaitan erat dengan industri, sebab Kaltim tengah berada dalam pusaran lingkar industrial ekstraktif baik pertambangan batubara maupun perkebunan sawit yang tidak mematuhi peraturan, karena lemahnya pengawasan serta dari aparat penegakan hukum.

Ada sebanyak 1.735 Lubang Tambang di Kaltim yang dibiarkan diberbagai daerah, belum lagi ada sebanyak 39 anak yang mati dilubang tambang tambah lagi Kriminalisasi bagi gerakan rakyat sebagai contoh kasus terakhir yang terjadi kriminalisasi masyarakat adat dayak long bentuq yang mempertahankan tanahnya dan Camat Tenggarong yang menjadi sasaran empuk kekerasan dan penganiayaan saat berhadapan dengan aktivitas pertambangan batubara ditempatnya.

Maka, banyak sekali persoalan yang perlu menjadi substansi penting agar Pancasila berjalan sesuai dengan koridornya, bahwasanya perjuangan untuk pembebasan umat manusia tidak akan mungkin tergapai jika masih adanya kemelaratan bagi rakyat, karena dalam Pancasila lah kita menemukan kemuktian dan kemuliaan sumber arah bangsa yang adil makmur yang harus kita bumikan.

"Nilai Pancasila harus kita bumikan, karena disitulah kita menemukan jati diri bangsa yang mengakomodir kekuatan rakyat, negara jangan kemudian menjadikan Pancasila sebagai legitimasi kekuasaan menindas yang dalam implementasinya ternyata bertolak belakang dengan substansi Pancasila, apalagi hanya sekedar manipulasi rakyat dengan slogan-slogan pencitraan,"tegas Richardo diakhir.***

Laporan : RNW.

Editor     : Adhar.