Foto : Irham Fidaruzziar/Newskritis. |
Penulis : Ketua DPP GMNI Bidang Agraria, Irham Fidaruzziar.
NEWSKRITIS.COM - Kedaulatan pangan dalam pendekatan hak asasi manusia (HAM) harus diwujudkan sebagai kewajiban negara, sebagai catatan, hak atas pangan tidak sama dengan kedaulatan pangan. Demikian pula hak atas pangan juga tidak sama dengan ketahanan pangan. Kedaulatan pangan adalah bagian dari hak atas pangan yang disediakan negara untuk menghidupi rakyatnya, namun bukan berarti negara harus memberikan pangan secara cuma cuma kepada rakyat, melainkan bagaimana negara bisa memenuhi ketersediaan pangan untuk rakyat.
Namun problem pangan bukan hanya pada ketersediaan tetapi juga akses, yang menjadi indikator sejauh mana rakyat atau warga negara memiliki akses yang baik atas pangan sangat menentukan wajah kedaulatan pangan di sebuah negara.
Terdapat enam pilar penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Pertama, fokus pada pangan untuk rakyat, dan pangan bukan sebagai barang dagangan. Kedua, pangan dikontrol oleh rakyat atau komunitas, dengan penghargaan tinggi terhadap petani. Ketiga, mekanisme produksi, distribusi, dan konsumsi mengutamakan pangan lokal. Keempat, kontrol terhadap pangan di tingkat lokal. Kelima, membangun kembali pengetahuan pertanian lokal. Keenam, bekerja selaras dengan alam.
Kedaulatan pangan tidak terlepas dari upaya meningkatkan produktivitas pertanian pangan, mekanisme distribusi bahan pangan, konsumsi pangan, hak asasi manusia dan penyelesaian konflik agraria dan kekayaan alam. Kedaulatan pangan juga menyangkut kepentingan produsen, distributor, dan konsumen pangan secara terintegrasi.
Di Indonesia sebagai negara agraris, mencapai kedaulatan pangan harusnya tidak menjadi sesuatu yang sulit untuk dicapai, pasalnya dengan ribuan lahan pertanian, lautan yang sangat luas serya beragam kekayaan alam yang melimpah, dengan itu semua pemerintah harusnya bisa mewujudkan apa yang dinamakan kedaulatan pangan.
Namun faktanya, sampai saat ini mencapai kedaulatan pangan rasanya masih cukup sulit dilakukan, karena berbagai persoalan. Beberapa persoalan yang cukup menghambat kedaulatan pangan di Indonesia adalah banyaknya pangan impor yang membajiri pasar Indonesia yang membuat produk lokal petani Indonesia kalah bersaing dengan produk pertanian impor. Kedua adalah persolaan reforma agraria yang seharusnya bisa memberi kesejahteraan bagi rakyat namun pada justru reforma agaria membuat semakin berkurangnya lahan produktif pertanian, tergantikan oleh lahan industri.
Maka agar kedaulatan pangan dapat benar benar bisa diwujudkan di Indonesia, pertama adalah dengan menyatukan pemahaman tentang apa itu kedaulatan pangan dan reforma agraria dari sudut pandang pemerintah, petani, dan masyarakat sipil. Negara juga perlu membuka ruang ruang dialogis dengan berbagai sektor yang mewakili berbagai elemen masyarakat untuk merumuskan konsep kebijakan dan model pelaksanaan yang paling tepat agar kedaulatan pangan bisa diwujudkan.
Untuk mencapai kedaulatan pangan tentunya akan banyak peluang sekaligus tantangan dalam upaya mempercepat pencapaian kedaulatan pangan. Peluang harus diraih dan dikawal oleh keterlibatan organisasi rakyat (petani) yang luas. Perlu disusun dalam sebuah roadmap percepatan perwujudan kedaulatan pangan dalam kaitannya dengan pelaksanaan reforma agraria dan pembaruan desa.
Reforma agraria adalah prasyarat dasar bagi perwujudan kedaulatan pangan dan pembaruan desa yang pada intinya sebagai upaya menyelesaikan ketimpangan pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah dan kekayaan alam. Kedaulatan pangan dan reforma agraria membutuhkan perubahan arah dan strategi pembangunan ekonomi secara mendasar.
Pemerintah sudah memiliki visi, misi, dan program aksi terkait kedaulatan pangan dan reforma agraria. Nawacita yang diterjemahkan ke dalam RPJMN, telah dioperasionalkan ke dalam rencana-rencana strategis kementerian. Kementerian Pertanian sedang mengupayakan perwujudan kedaulatan pangan itu dengan upaya memperkuat program peningkatan produksi pangan pokok dan strategis serta pembenahan dalam mekanisme distribusi yang menjaga keseimbangan bagi produsen pangan.**