Notification

×

Iklan

Iklan

Marak Bencana Alam, GMNI Minta Pemerintah Evaluasi Izin Tambang dan Sawit

Friday, 19 February 2021 | February 19, 2021 WIB Last Updated 2021-03-09T07:51:16Z
    Share


Hingga 4 Februari 2021, tercatat jumlah bencana alam sebanyak 307 kejadian. Bencana alam yang mendominasi adalah banjir sebanyak 192 kejadian dan tanah longsor 49 kejadian disusul gelombang pasang dan abrasi 6 kejadian.


Data BNPB menyebutkan bencana alam tersebut mengakibatkan sebanyak 1,7 juta orang menderita dan mengungsi. Selain itu terdapat 12 ribu luka-luka, 196 meninggal dunia, dan 10 orang hilang. Bencana tersebut pun merusak 46,3 ribu rumah, 1,2 ribu fasilitas, 200 kantor, dan 74 jembatan.


Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino mengingatkan Pemerintah agar menyiapkan rencana kebijakan untuk mengatasi krisis ekologis yang marak terjadi akhir-akhir ini. Laju deforestasi, menurut Arjuna semakin meningkat yakni penurunan luas lahan tutupan pohon atau deforestasi di Indonesia mencapai 26,8 juta hektar sepanjang 2001-2019.

Baca Juga : Marak Bencana Alam, GMNI Minta Pemerintah Evaluasi Izin Tambang dan Sawit

"Laju deforestasi semakin meningkat. Maka intensitas penyerapan air di daerah hulu semakin berkurang. Akibatnya air di daerah aliran sungai atau bendungan meluap, tak bisa menampung debit air curah hujan yang semakin tinggi. Ini bisa mengakibatkan banjir, rob dan longsor", ujar Arjuna


Arjuna meminta pemerintah untuk serius menertibkan izin pertambangan dan perkebunan, terutama sawit yang menyebabkan tingginya laju deforestasi dan kerusakan lahan daerah resapan di kawasan hulu. Pasalnya, berdasarkan data Minerba One Data Kementerian ESDM, pada 2020 terdapat 5.395 IUP yang sebagian besar dikeluarkan pemerintah provinsi. Berdasarkan jenis komoditasnya, yang terbanyak adalah IUP mineral nonlogam dan batuan, sekitar 53%. Lalu, izin untuk tambang mineral logam 25% dan batu bara 22%.


"Banyak izin tambang yang dikeluarkan ugal-ugalan tanpa memperhatikan lingkungan, kami minta pemerintah untuk menertibkan izin usaha pertambangan yang berada di daerah resapan dan kawasan hulu. Jika bisa dilakukan moratorium untuk menekan laju deforestasi", kata Arjuna


Begitu juga dengan izin usaha perkebunan. Data Direktorat Jenderal Perkebunan menyebutkan jumlah izin usaha perkebunan yang diterbitkan periode 2007–2015 sebanyak 768 perusahaan dengan luas sebesar 6,08 juta hektar yang tersebar di 24

provinsi.

IUP yang diberikan sekitar 95% untuk komoditi

kelapa sawit.


Menurut Arjuna, maraknya praktik perizinan yang ugal-ugalan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan tak lepas dari pengaruh praktik ijon politik (jual-beli izin) yang marak dilakukan menjelang pemilihan kepala daerah. Sehingga izin yang dikeluarkan bermotif political conflict of interest untuk membiayai aktivitas kampanye dan pilkada yang berbiaya tinggi.

Baca Juga : Arjuna : DPD GMNI Sumut dibawah kepemimpinan Bung Daniel adalah yang sah

"Izin ugal-ugalan yang dikeluarkan oleh kepala daerah tidak lepas dari praktik ijon politik saat pilkada, ditengah politik berbiaya tinggi, izin dikeluarkan tanpa pertimbangan ekologis sama sekali. Dan ini harus dievaluasi", tutup Arjuna