Notification

×

Iklan

Iklan

Jika Terbukti Bersalah, Orient P Riwu Kore Tidak Boleh Dilantik Sebagai Bupati Kab. Sabu Raijua

Thursday, 4 February 2021 | February 04, 2021 WIB Last Updated 2021-03-09T07:51:16Z
    Share

 


Foto : Rezki Adminanda, Koordinator Indonesia Election Watch


(Pers Statment Indonesia Election Watch)


Kita menyayangkan dan sangat kecewa terhadap polemik status kewarganegaraan bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada pilkada 2020 yang lalu.


Kasus dan polemik kewarganegaraan ini bukanlah merupakan pertama kali terjadi. Pada tahun 2016 Presiden Jokowi pun sudah pernah keliru dengan menunjuk dan melantik Arcandra Tahar sebagai menteri ESDM yang padahal saat itu Arcandra Tahar sudah mengantongi Paspor Amerika Serikat semenjak tahun 2012. Pemerintah dengan segala perangkat hukumnya harusnya belajar dari kejadian tersebut. 


Terpilihnya Orient P Riwu Kore sebagai bupati Kabupaten Sabu Raijua bukti nyata Indonesia tidak pernah belajar & tidak pernah berbenah dari kejadian masa lalu.


Kita Indonesia Election Watch turut mengamati dan menilai bahwa apa yang dilakukan penyelenggara sudah dianggap baik dan sesuai. KPUD Sabu Raijua bahkan telah melakukan klarifikasi ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Kupang mengenai keabsahan KTP Orient seperti yang dipertanyakan bawaslu tersebut.


Bahkan, apresiasi juga harus kita berikan kepada Bawaslu yang tentu saja langkah bijak dengan mengirim surat kepada Kedutaan AS pada 15 September 2020, perihal permohonan informasi data kewarganegaraan Orient. 


Kita meminta kepada Kemdagri dan atupun pemprov NTT bahwa jika Orient P Riwu Kore terbukti memiliki kewarganegaraan Paman Sam, maka tidak boleh ada pelantikan terhadap dirinya. Kenapa? Karena memang tidak sah dia (orient) sebagai kandidat pilkada.


Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dengan jelas menyebutkan syarat utama untuk bisa menjadi calon kepala daerah adalah warga negara Indonesia (WNI). Artinya, meski ia terpilih tapi kami meminta tidak boleh dilakukan pelantikan. Karena hal tersebut tentu saja akan mencoreng martabat bangsa Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat.


Indonesia tidak menganut dwikewarganegaraan, itu jelas, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 23 Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006.


Kemudian, masih mengacu kepada pasal yang sama, seseorang kehilangan statusnya sebagai warga negara Indonesia apabila dia memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri dan secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.


Dan jangan lupa, bahwa apabila seseorang telah kehilangan status WNI nya dengan sudah mengucapkan janji setia kepada negara asing, dia tidak bisa begitu saja memperoleh kembali status WNI dengan membuang status kewarganegaraannya yang lama.


Jika mengacu Pasal 9 UU 12 tahun 2006, seseorang harus mengajukan permohonan kembali sebagai WNI pada saat sudah bertempat tinggal di Indonesia selama lima tahun tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.


Artinya, jelas bahwa persoalan kewarganegaraan bukan suatu persoalan yang sepele dan mudah. Kita tentu tidak mau memiliki kepala daerah yang sudah bersumpah setia kepada negara lain.


Memang banyak pakar hukum yang mengatakan bahwa ia (Orient P Riwu Kore) tetap bisa dilantik dan kemudian langsung diberhentikan. Namun, kami mengacu kepada Pasal 164 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, calon kepala daerah bisa tidak dilantik karena meninggal dunia, berhalangan tetap, atau mengundurkan diri. 


Karena apa yang sudah dilakukan oleh Orient merupakan sebuah pelanggaran administrasi kenegaraan yang cukup serius, maka bisa saja ia dianggap berhalangan tetap dan tidak dilantik sesuai peraturan tersebut.


Meski begitu hasil pemilihan tetap sah dan tidak perlu dilakukan pemungutan suara ulang. Sebab, pasangan Orient, yakni Wakil Bupati terpilih Sabu Riajua, Thobias Uly tetap memenuhi syarat dan boleh tetap dilantik.


Yang jelas, kejadian ini harus diselesaikan oleh semua pihak yang bertanggung jawab. Tidak hanya KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara, namun juga pemerintah (disdukcapil, kemdagri, kemlu, kemkumham, dll) terhadap tertib administrasi kependudukan kita.


Dan tak boleh lupa jadi sorotan ialah kepada calon kandidat yang sudah melakukan pembohongan publik terhadap status kewarganegeraan nya. Orient P Riwu Kore bisa dipidana dengan dikenakan Pasal 181, Pasal 184 (UU Pilkada) terkait dengan pemberian keterangan palsu yang ada pidana penjara, yang sanksinya 3 tahun dan 6 tahun jika memang terbukti memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan surat palsu seolah-olah sebagai surat yang sah tentang suatu hal yang diperlukan bagi persyaratan untuk menjadi Calon Bupati.


Penulis : Rezki Adminanda (Koordinator Indonesia Election Watch).


Editor : Adhar.